Rabu, 09 Oktober 2013

Indonesia di Jajah dalam Ekonomi. Apa solusinya???


Simbiosis Mutualisme (red, hubungan sesama mahkluk hidup yang saling menguntungkan kedua pihak). Itulah yang ingin dicapai oleh cooperation (red, kerjasama) antara dua pihak. Namun tidak dengan penjajahan dalam kapitalisme. Kerjasama antara pemilik dana (luar negeri) dan Indonesia sebagai pemilik SDA (Tambang, batu bara, dll), bukannya untung, justru merugi. 

sebut saja freeport, salah satu perusahaan tambang terkemuka di dunia, yang berlokasi di provinsi papua. "pembagian keuntungan 90% freeport, 10% RI" lansir http://forum.detik.com/semua-tentang-freeport-t106169.html .

Padahal indonesia jelas2 adalah pemilik SDA, yang mana jika indonesia mengelola sendiri maka indonesia bisa menikmati 100% atau Rp 70 milyar per tahun, dimana hasilnya bisa untuk memfasilitasi masyarakat, seperti

pendidikan, kesehatan dan kesejahtreraan masyarakat lainnya .

Lantas patutkah kerjasama ini dipertahankan??.

Belum lagi perjanjian-perjanjian ekonomi yang justru menguntungkan pemilik modal secara mutlak, bahkan hal ini difasilitasi oleh pemerintah. Seperti APEC, forum yang diadakan di Bali pada tanggal 1-8 oktober yang justru makin membuat 2 negara besar (USA dan China) semakin bisa menguasai pasar.
APEC adalah singkatan dari Asia-Pacific Economic Cooperation atau Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik. Didirikan tahun 1989, merupakan Indonesia salah satu anggota dari 21 negara. Dari kepanjangan namanya kita dapat menerka bahwa tujuan didirikannya organisasi ini adalah kerjasama ekonomi, melalui liberal perdagangan dan investasi. Dari motif kerjasama saja seharusnya menguntungkan seluruh pihak, namun jika tidak, bukankah ini merugikan?.
Merugikan disebabkan Negara yang memiliki keanggotaan di APEC bisa menjual atau ekspor ke negara anggota yang lain secara mudah. Dimana letak ruginya?.
=>Adalah negara-negara berkembang, salah satunya indonesia yang paling dirugikan dari kerjasama ini, karena bila anggota yang memiliki status negara maju, mampu menguasai pasar di negara-negara berkembang. Tentu ini berimbas pada pengusaha yang ada dalam negara berkembang, terutama sangat dirasakan oleh pengusaha kecil, sebab ia tidak mampu berbuat apa2, ketika melejitnya pasokan barang impor dari negara luar dengan harga miring, tentu saja pengusaha kecil yang mampu memproduksi sedikit dengan modal yang cukup besar, akan merasakan fenomena gulung tikar dengan mudah. Bila begini, bagaimana masyarakat indonesia sejahtera?, sebab ia tak diberi akses untuk mengoptimalkan usaha yang dijalani.
Inilah ketika regulasi2 yang diambil tidak berpihak pada masyarakat kecil, walaupun ia adalah masyarakat dalam negara itu sendiri, tapi pemerintah tak berpihak padanya. Namun berpihak pada pemilik modal melalui LIBERAL EKONOMI OLEH SISTEM KAPITALIS
SOLUSI !!
Hanya khilafah yang melindungi seluruh umat, menjamin kesejahteraan, termasuk pengusaha kecil, melalui regulasi yang memihak seperti tidak ada monopoli harga oleh pihak-pihak tertentu, penimbunan yang menyebabkan harga melejit, dll. Kalau sudah begini, tentu akan sejahtera bukan ??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar